Friday, 6 March 2015

Mendaki Merbabu Jalur Wekas, Februari 2015



Kamis, 18 Februari 2015
Jam 11 siang kami baru sampai dusun Kedakan, pos pendakian Merbabu jalur Wekas. Setelah mengurus perijinan di pos TPR dan repacking di basecamp Adi Putra, kami memulai pendakian jam 11.30.
Peta Merbabu Jalur Wekas di Basecamp Adi Putra
POS TPR
          Siang berpayung mendung menemani perjalanan ini. 10 menit berjalan santai kami sampai pada pos makam. Disana hujan turun melebat, mengharuskan kami memakai mantel. Disini kami bertemu sebagian rombongan dari Jogjakarta. Katanya, rombongannya berjumlah 52 orang. Dan seluruhnya cewek. Wow. Uniknya lagi, hanya beberapa yang pakai celana panjang. Lainnya pakai rok panjang, dan seluruhnya berjilbab. Baru kali ini kami bertemu rombongan hijabbers naik gunung. Biasanya cuma beberapa aja. Lah ini 52 hijabers. Karena mengaku dari Jogja dan seluruhnya hijabers, langsung aja kutanya “dari UII (Universitas Islam Indonesia) Mbak?”. “Bukan Mas, kami dari ampala”. Entah ampala atau apa gitu. Yang pasti setelah aku cek di google gak ketemu. Haha.
          Tak lama setelah makam, kami bertemu sebagian rombongan dari “ampala” tadi. Kali ini satu orang digendong tim SAR. Salah satu rekannya menjelaskan pada kami kalau yang digendong tadi adalah pendaki yang kedinginan dan kelelahan. Cukup ngeri untuk melanjutkan perjalanan setelah tahu ada yang sakit seperti itu. Namun aku dan teman-teman tetap nekat. Selama pendakian masih dibuka, berarti “aman” untuk pendaki.
            Sekitar 20 menit setelah bertemu seorang pendaki yang digendong tadi, kami bertemu lagi dengan yang lebih “seram”. Kali ini seorang pendaki ditandu oleh 6 anggota SAR. Dalam rintik hujan, dalam balutan sleeping bag dan alumunium foil, ditandu dengan kecepatan tinggi. Tim SAR tampak tergesa agar cepat sampai. “Biasa Mas, masuk angin. Mungkin hipotermia” kata salah satu anggota SAR sebelum kami berpisah.
            Masih dalam rintik hujan, kami meneruskan perjalanan. Sekitar pukul setengah 4 sore kami tiba di pos 2. Dengan hujan dan mendung yang masih memayung, kami memutuskan bermalam di pos 2, dan summit attack esok dinihari. Setelah masak, makan, dan bergosip ria, kami mulai tertidur sekitar jam 8 malam.
Kamis, 19 Februari 2015
            Masih jam 2 pagi. Diluar tenda sudah ada sudah ada Mas Ari, Bahrul, dan Mas Yonda yang masak mie dan bubur. Kami segera dibangunkan, makan, dan bersiap summit attack. Sayang kabut memeluk kami. Tak lama hujan datang. Kami beringsut pada tenda kembali dan melanjutkan tidur. Akhirnya kami berangkat ke puncak pada jam 7 pagi, setelah cuaca cukup cerah dan menyakinkan.
Sikembar Sumbing dan Sindoro, dipotret dari Merbabu
          Perjalanan ke puncak semakin menanjak dibandingkan dari bacecamp ke pos 2. Beberapa cabang jalan dibuat pendaki lain yang menghindari jalur licin. Namun pada beberapa bagian cukup menipu dan membuat saya balik kucing.
Dibelakang kami adalah jalur dari wekas. Disebelah kiri kami adalah jalur dari Cuntel dan Thekelan. Disebelah kanan kami adalah jalur menuju puncak.

Pos Batu Tulis / Tugu Perbatasan.
           Jam 9 pagi kami sampai di pos batu tulis. Disini terdapat tugu perbatasan. Disinilah pertemuan dari jalur wekas, cuntel dan thekelan bertemu. Disana cukup bagus untuk beristirahat dan membuka camilan pagi pengganjal perut. Sekitar 2 menit dibawah pos tugu tulis tersebut terdapat tempat camp yang cukup aman dari hempasan angin karena terletak di lereng dan pepohonan yang lebat. 10 menit santai dari tugu tulis tersebut ada tempat yang namanya pos helipad. Berupa punggungan gunung datar yang cukup lebar untuk pendaratan sebuah helikopter. Untuk menuju puncak, perjalanan harus mendaki beberapa punggungan gunung. Sekitar jam 10.30 kami sampai pada persimpangan antara menuju Puncak Syarif, Puncak Kenteng Songo dan Puncak Triangulasi. Untuk menuju Puncak Syarif diperlukan 10 menit ke arah kiri, dan 30 menit ke arah kanan unuk sampai puncak Kenteng Songo.
            Saat menuju puncak Kenteng songo, terdapat jalan tebing dengan panjang sekitar 3 meter dan tinggi 4 meter. Lebar jalannya seitar 40 centimeter. Cukup membuat orang berfikir untuk melaluinya, tapi masih merupakan jalur aman unuk dilewati. Sambil membawa carrier sekalipun.
Tebing yang cukup menyeramkan.
`Pada Puncak Kenteng Songo, terdapat Kenteng yang berupa batu berlubang untuk wadah air. Jumlahnya 9. Namun ketika aku hitung ada 4. Entah yang 5 dimana, kata seorang pendaki lain hanya orang “khusus” yang dapat melihatnya berjumlah 9.
Kenteng di Puncak Kenteng Songo
 
Mas Jos, Mas Yonda, Aku, Mas Ari, Bahrul, Mas Hamdan, dan Ayub






difoto dari Kenteng Songo
Tak jauh dari Kenteng Songo, sekitar 5 menit sampailah pada Puncak Triangulasi. Puncak terindah menurut beberapa pendaki. Namun aku tidak menyempatkan kesana karena menyibukkan diri pada Kenteng Songo yang menurut beberapa pendaki merupakan Puncak tertinggi dengan 3124mdpl. Antara Puncak Kenteng Songo dan Triangulasi terdapat jalur pendakian yang melalui jalur selo, Magelang. Di puncak kami disambut kabut dari arah selatan yang menutupi merapi.
Gunung Merapi, difoto dari Kenteng Songo

Tuesday, 3 March 2015

Menuju Merbabu dari Surabaya, Februari 2015




          Imlek tahun ini bertepatan dengan 19 Februari 2015. Kebetulan itu hari kamis dan jumat aku tidak ada kuliah. Maka ketika ada ajakan dari temen buat naik Merbabu-Merapi, aku langsung mengiyakan. Sayang, merapi saat itu menutup jalur pendakiannya sampai 16 Maret 2015. Katanya untuk pemulihan ekosistem dan menghindarkan pendaki dari badai. Tapi pendakiaan harus tetap berjalan. Maka merbabu saja juga tak apa.
          Merbabu menjadi salah satu tujuan pendakianku selain Rinjani di Lombok dan Argopuro di Situbondo-Jember, Jawa Timur. Keasrian alam, indah senja, dan matahari terbit menjadi daya tariknya. Terutama senja yang seperti ini:

Karena selama ini pendakianku memburu matahari terbit dan sering gagal, maka kali ini aku ingin memburu senja di Merbabu. Guratan kemerahan di horison barat telah membuatku ingin segera sampai.
          Gunung Merbabu merupakan gunung api tidak aktif. Namun begitu masih memiliki 5 kawah yang aktif mengeluarkan bau belerang. Gunung ini memiliki beberapa puncak, diantaranya adalah Puncak Syarif, puncak Kenteng Songo, dan Puncak Triangulasi. Ketiganya berada pada ketinggian diatas tiga ribu meter diatas permukaan laut.
          Setelah semua anggota tim berkumpul pada kontrakan mas ari dan mas yonda, kami bertujuh berangkat ke terminal Purabaya, Sidoarjo untuk memulai perjalanan menuju barat. Diketuai oleh Mas Yonda dan Mas Ari perjalanan ini dimulai dengan naik bis Sumber Group yang terkenal sebagai jet daratnya Surabaya-Jogjakarta. Bus melaju meninggalkan terminal Purabaya jam 12 malam hari Rabu 18 Februari dan sampai di terminal Tirtonadi Solo sebelum jam 4.30 kamis 19 Februari pagi hari. Kurang dari 4,5 jam untuk menempuh Surabaya-Solo pada dini hari. Jarak tempuh panjang dalam waktu singkat, pada jalur yang tidak sepenuhnya lurus, membuat Bahrul, teman pendakian kami beberapa kali kepalanya terjedot kaca samping Bus. Hahaha.
          Pendakian kali ini total 7 orang. Mas Yonda, Mas Jos, Mas Ari, Mas Hamdan, Ayub, Bahrul, dan aku. Kamu semua satu jurusan kuliah di Kimia ITS. Berangkat ke merbabu kali ini selain untuk berburu senja, juga untuk melantik Bahrul sebagai ketua CAS (Chemistry Adventure Society) yang baru.
          Setelah sampai di Tirtonadi Solo, kami melanjutkan perjalanan dengan Bus P.O Raya jurusan Solo-Semarang. Kami turun di perempatan pasar sapi, Salatiga. Selanjutnya kami mencharter kendaraan untuk sampai ke sekitar basecamp pendakian Merbabu di Dusun kedakan, Wekas.
Mas Jos, Mas Ari, Bahrul, Ayub, Mas Yonda, Mas Hamdan, dan Aku. Di perbatasan Taman Nasional Gunung Merbabu.